“Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Menggunakan Aplikasi Google Classroom untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA Pada Materi Laju Reaksi di SMA N 6 Surakarta”.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, perkembangan ilmu teknologi semakin berkembang secara pesat. Setiap pekerjaan saat ini dapat dikerjakan hanya dengan mengusap jari pada layar gawai yang dimiliki. Misalnya untuk membeli barang yang diinginkan hanya cukup dengan menggerakkan jari ke layar gawai untuk memilih barang yang diinginkan, sehingga dengan kemajuan teknologi tersebut maka energi yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu kegiatan tidak membutuhkan energi yang cukup banyak. Generasi net hanya perlu menggerakkan mouse di board atau hanya menyentuh screen komputer serta boleh masuk dan keluar dunia cyber tanpa harus meninggalkan rumah. Generasi net lebih mengekspresikan kebebasannya kepada dunia sehingga mereka lebih merasa dianggap oleh dunia di sekitar mereka (Gunawan. 2016).
Modernisasi teknologi itu juga tidak hanya merambah dunia perdagangan saja melainkan teknologi sudah mulai merambah dunia pendidikan. Dunia pendidikan sudah mulai meninggalkan pembelajaran secara luring. Dunia pendidikan saat ini sudah mulai mengarah kepada pembelajaran yang mengarah kepada pembelajaran secara daring. Oleh karena itu, saat ini proses belajar sudah dapat dilakukan dengan mengerjakan aktivitas yang lainnya.
Pada saat ini, peserta ajar dari proses pembelajaran merupakan peserta didik dari generasi Z. Pembelajaran yang terpusat pada guru tidak lagi cocok pada generasi ini sehingga perlu berubah ke pendekatan yang lebih berpusat pada siswa, terutama pada siswa yang amat beragam kemampuannya (Viridi. 2017).
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil  nilai ulangan harian mata pelajaran kimia  kelas XI di SMA N 6 Surakarta masih banyak siswa yang masih belum mencukupi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu sebesar 37,25% dengan nilai ketuntasan (KKM) adalah75. Beberapa siswa memperoleh nilai ulangan di bawah 50. Rendahnya hasil belajar kimia siswa tersebut disebabkan pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang menyangkut reaksi kimia dan hitungan kimia, akibat rendahnya pemahaman konsep-konsep kimia (Sunyono, 2005). Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran kimia di kelas dengan menerapkan model dan media pembelajaran yang tepat.
Dari hasil observasi yang dilakukan di Kelas XI IPA SMA N 6 Surakarta dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia yang dilakukan di beberapa kelas sudah melibatkan siswa untuk kerja mandiri dan mempresentasikan hasil karyanya pada proses pembelajaran. Akan tetapi, masih ditemukan permasalahan yang terjadi diantaranya: (1) minat belajar kimia siswa yang masih rendah, dapat ditemukan pada banyak siswa yang kurang memperhatikan penjelasan dari guru dan teman kelompoknya yang presentasi dan ketidaksiapan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. (2) kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, ditemukan bahwa hanya seperempat atau 20% saja dari siswa yang mampu menjawab pertanyaan dari guru dan melakukan tanya jawab dalam diskusi. Hal ini karena kurangnya pemahaman mengenai konsep-konsep dan prinsip kimia dan kurang pahamnya siswa mengenai aplikasi kimia dalam kehidupan sehari-hari. (3) Kurangnya variasi dalam penggunaan model dan media pembelajaran. (4) masih menggunakan pembelajaran yang berpusat pada siswa pada kelas tertentu. Hal ini menyebabkan hasil belajar kimia masih rendah dan diperlukan model pembelajaran yang variatif, media yang menarik yang dapat meningkatkan minat dan keaktifan siswa.
            Adapun model yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keaktifan, minat, dan hasil belajar siswa sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 adalah menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Model Discovery Learning adalah sebagai sebuah model pembelajaran yang didalamnya melibatkan siswa untuk berusaha memecahkan masalah dengan melalui beberapa tahapan ilmiah sihingga siswa diharapkan mampu mempelajari pengetahuan yang berkaitan masalah tersebut dan sekaligus siswa diharapkan akan memiliki ketrampilan dalam memecahkan masalah (Kamdi, 2007).
Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran juga dapat dipengaruhi oleh media pembelajaran yang digunakan. Dalam proses pembelajaran kimia perlu digunakan suatu media pembelajaran dan juga pendekatan yang mampu menarik siswa sehingga merasa senang dan terhibur. Salah satu alternative yang dapat dimanfaatkan menjadi media pembelajaran adalah internet. Dengan adanya internet sebagai media pembelajaran seorang guru diharapkan dapat menyampaikan materi-materi pelajaran agar lebih menarik sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan hasil belajar.
Penerapan google Classroom dalam pembelajaran menurut Gunawan (2017) menyatakan bahwa implementasi proses pembelajaran dengan menggunakan google classroom sebesar 88% dari rancangan penelitian. Hasil pekerjaan siswa dalam pemecahan masalah juga sesuai dengan ekspetasi yang diharapkan pada awalnya. Dengan menggunakan Google Classroom, maka kemampuan pemecahan masalah siswa mengalami peningkatan serta untuk keefektifan dari penggunaan Google Classroom mendapatkan respon yang positif dari siswa. Hal tersebut disimpulkan dari hasil pekerjaan siswa beserta jawaban siswa dalam kuesioner terbuka yang diberikan secara daring. Selain itu, siswa juga dapat menggunakan Google Classroom secara optimal dengan melalui proses belajar, proses untuk mengunggah hasil pekerjaan serta hasil kuesioner terbuka serta keefektifan proses pembelajaran dapat disimpulkan berdasarkan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh siswa saat mengerjakan soal test, motivasi siswa untuk belajar dan mengerjakan soal test serta ketepatan waktu dari siswa untuk menggunggah hasil test dan hasil kuesioner.
Penelitian tentang pembelajaran kimia materi laju reaksi dengan menggunakan model Discovery Learning juga sudah pernah dilaporkan. Nelyza, dkk (2015) menyebutkan bahwa pembelajaran kimia dengan implementasi model discovery learning pada materi laju reaksi dapat meningkatkan KPS, Sikap sosial, dan mendapatkan respon positif dari siswa.
Saya  selaku penulis  akan mencoba  menerapkan model pembelajaran Discovery Learning menggunakan aplikasi google classroom pada pokok materi Laju Reaksi . Topik Laju Reaksi salah satu topic abstrak tetapi sebenarnya diterapkan dan dapat diamati dalam kehidupan sehari – hari sehingga memerlukan kemampuan siswa untuk menggali lebih dalam terkait materi tersebut. Topik bahasan ini cenderung hanya disampaikan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang menekankan pada metode ceramah padahal konsep ini dapat  disampaikan dengan menggunakan suatu aplikasi internet yang disebut dengan google classroom. Dengan menggunakan aplikasi ini siswa dapat dengan cepat mengakses media, bahan ajar dan dapat mengerjakan soal evaluasi melalui internet. Sehingga diharapkan memberikan variasi terhadap penggunaan model dan media pembelajaran yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan serta tidak membosankan sehingga siswa lebih aktifdan berminat dalam belajar kimia. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Menggunakan Aplikasi Google Classroom untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA Pada Materi Laju Reaksi di SMA N 6 Surakarta”.

1.2.  Identifikasi Masalah
Penelitian ini dilakukan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan fokus penelitian mengenai penerapan model Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi google classroom untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Laju Reaksi dengan identifikasi masalah:
1.    Minat belajar siswa masih rendah.
2.    Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar masih kurang karena penggunaan model dan media pembelajaran yang kurang variatif
3.    Rendahnya hasil belajar kimia siswa yang ditunjukkan dengan hasil belajar kimia siswa yang belum mencapai Kriteria Kelulusan Minimum (KKM).

1.3.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Laju Reaksi di SMA N 6 Surakarta?

1.4.  Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan model Discovery Learning untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Laju Reaksi di SMA N 6 Surakarta.

1.5.  Manfaat Penelitian
a.        Manfaat bagi Guru
Guru dapat mengetahui model serta media pembelajaran yang lebih bervariasi dan terbaru serta untuk referensi agar dapat menemukan pembelajaran yang baik sehingga meningkatkan kemampuan konsep dan hasil belajar siswa.
b.        Bagi Siswa
Siswa diharapkan dapat memperbaiki minat dan meningkatkan hasil belajar kimia.
c.         Manfaatbagi peneliti lain
Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lainyang akan melakukan penelitian diranah yang sama.
d.        Bagi sekolah
Dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada pelajaran kimia materi laju reaksi.





BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1.  Hasil Belajar
Depdiknas (2012) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar.
Hasil belajar mengajar adalah suatu proses tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila Tujuan Intruksional Khusus (TIK) nya dapat tercapai yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-hal sebagai berikut:
a.         Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.
b.        Perilaku yang digariskan dalam Tujuan Instruksional Khusus (TIK) telah tercapai oleh siswa, baik individu maupun kelompok.
Namun demikian, indikator yang banyak dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap (Djamarah dan Zain, 2006:13).

2.2. Model Discovery Learning
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2010: 51).
Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Menurut Kurniasih &Sani (2014: 64) discoverylearning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.Selanjutnya,Sani (2014: 97) mengungkapkan bahwa discoveryadalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan
Metode penemuan (discovery) diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi. Sehingga metode penemuan (discovery) merupakan komponen dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri, dan reflektif (Suryosubroto 2009:178).
Model discovery-inquiry atau discovery learning menurut Suryosubroto (2002) diartikan sebagai suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Discovery adalah proses mental yang membuat siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya.
Model discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43). Discovery terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik 2001:219).

2.2.1. Ciri-Ciri Model Discovery Learning
Menurut Riyanto (2019) Ciri – ciri model Discovery Learning antara lain adalah:
a.         Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, mengabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan.
b.        Berpusat pada siswa.
c.         Menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

2.2.2. Sintaks Model Discovery Learning
Pengaplikasian model discovery learningdalam pembelajaran, terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan. Kurniasih&Sani (2014: 68-71) mengemukakan langkah-langkah operasional model discovery learningyaitu sebagai berikut.
a.         Langkah persiapan model discovery learning
1)   Menentukan tujuan pembelajaran.
2)   Melakukan identifikasi karakteristik siswa.
3)   Memilih materi pelajaran.
4)   Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswasecara induktif.
5)   Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
b.        Prosedur aplikasi model discovery learning
1)        Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang)
Pada tahap ini siswadihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2)        Problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah)
Guru memberikan kesempatan kepada siswauntuk mengidentifikasi masalah-masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3)        Data collection (pengumpulan data)
Tahap ini siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara, melakukan uji coba sendiri untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
4)        Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa melalui wawancara, observasi dan sebagainya. Tahap ini berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi, sehingga siswaakan mendapatkan pengetahuan baru dari alternatif jawabanyang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5)        Verification (pembuktian)
Pada tahap ini siswamelalakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif dan dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
6)        Generalization (menarik kesimpulan)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Sani (2014: 99) mengemukakan tahapanpembelajaran dengan menggunakan model discovery learningsecara umum dapatdigambarkan sebagai berikut.







 


















Gambar 2.1 Langkah pembelajaran Model Discovery Learning

2.2.3. Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning
Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran harus diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan suatu kebaikan ataupun kelebihan. Hosnan (2014: 287-288) mengemukakan beberapa kelebihan dari model discovery learning yaknis ebagai berikut.
a.              Membantu siswauntuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
b.             Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
c.              Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.
d.             Membantu siswamemperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lain.
e.              Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.
f.              Mendorong siswaberpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
g.             Melatih siswa belajar mandiri.h.Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karenaia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
Kurniasih&Sani (2014: 66-67) juga mengemukakan beberapa kelebihan dari model discovery learning,yaitu sebagai berikut.
a.              Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
b.             Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
c.              Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
d.             Siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
Selain itu, adapun kelemahan model Discovery Learning yang diungkapkan oleh Suryosubroto (2002:199) , yaitu:
1.      Penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang lebih pandai dan menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai.
2.      Kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa yang banyak.
3.      Memerlukan waktu yang relatif banyak.
4.      Karena biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, hasil pembelajaran dengan metode ini selalu mengecewakan.
5.      Kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan karena yang lebih diutamakan adalah pengertian.
6.      Fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, kemungkinan tidak ada.
7.      Tidak memberi kesempatan untuk berpikir kreatif dan tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

2.3.       Pengertian Media, Hand Out, LKPD dan Google Classroom
Media pembelajaran adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu proses belajar mengajar. Pemakaian media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Menurut Arsyad (2011) media pembelajaran mempunyai beberapa fungsi antara lain: 1) memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar, 2) meningkatkan motivasi dan efisiensi penyampaian informasi, 3) meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian informasi, 4) menambah variasi penyajian materi, 5) pemilihan media yang tepat akan menimbulkan semangat, gairah dan mencegah kebosanan siswa untuk belajar, 6) kemudahan materi untuk dicerna dan lebih membekas, sehingga tidak mudah dilupakan siswa, 7) memberikan pengalaman yang lebih konkret bagi hal-hal yang bersifat abstrak, 8) meningkatkan keingintahuan (curiousity) siswa, 9) memberikan stimulus dan mendorong respon siswa.
Menurut Mohammad (2010) memaknai handout sebagai selembar (atau beberapa lembar) kertas yang berisi tugas atau tes yang diberikan pendidik kepada siswa (siswa). Sedangkan menurut Andi Prastowo (2011) berpendapat bahwa handout adalah bahan pembelajaran yang sangat ringkas yang bersumber dari berbagai literatur yang dirangkum dan relevan dengan materi pokok yang ada di dalam handout tersebut untuk diajarkan kepada siswa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa handout adalah bahan ajar atau salah satu contoh media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru dalam menyampaikan informasi atau materi pembelajaran kepada siswa secara ringkas dan tepat sasaran.
Widjajanti (2008:1) mengatakan lembar kerja siswa (LKPD) merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKPD yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi.
Sementara itu, menurut Depdiknas (2008) lembar kerja siswa (LKPD) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Keuntungan penggunaan LKPD adalah memudahkan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran, bagi siswa akan belajar mandiri dan belajar memahami serta menjalankan suatu tugas tertulis. 
Melalui aplikasi Google Classroom diasumsikan bahwa tujuan pembelajaran akan lebih mudah direalisasikan dan sarat kebermaknaan. Oleh karena itu, penggunaan Google Classroom ini sesungguhnya mempermudah guru dalam mengelola pembelajaran dan menyampaikan informasi secara tepat dan akurat kepada siswa (Hardiyana. 2015). Melalui pembelajaran dengan blended learning maka siswa merasa nyaman dan aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Guru dapat memanfaatkan berbagai fitur yang terdapat pada Google Classroom seperti assignments, grading, communication, time-cost, archive course, mobile application, dan privacy.

2.4.Materi Laju Reaksi.
a.         Pengertian Laju Reaksi
Bidang kimia yang mengkaji kecepatan,atau laju, terjadinya reaksi kimia dinamakan kinetika kimia. Kata “kinetic” menyiratkan gerakan atau perubahan. Disini kinetika merujuk pada laju reaksi yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produkterhadap waktu(M/s) (Chang, 2005: 30).
Laju atau kecepatan menunjukkan sesuatu yang terjadi persatuan waktu. Apa yang terjadi dalam reaksi kimia adalah perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi. Perubahan ini kebanyakan dinyatakan dalam perubahan konsentrasi molar (Petrucci ,1987:175).
Laju atau kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi ataupun produk dalam suatu satuan waktu. Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi, atau laju bertambahnya konsentrasi suatu produk. Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter tetapi untuk reaksi fase gas, satuan tekanan atmosfer, millimeter merkurium,atau pascal, dapat digunakan sebagai konsentrasi. Satuan waktu dapat detik, menit, jam, hari, atau bahkan tahun, bergantung apakah reaksi itu cepat ataukah lambat (Keenan, 1984:516)

b.        Stoikiometri laju reaksi
Dalam setiap reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan umum diantaranya:
A → B
A diumpamakan sebagai reaktan dan B sebagai produk. Persamaan ini memberitahukan bahwa,  selama berlangsungnya suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk. Sebagai hasilnya dapat diamati hasilnya dengan cara memantau menurunnya konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk. Menurunnya jumlah molekul A dan meningkatnya jumlah molekul B seiring dengan waktu. Secara umum lebih mudah menyatakan laju dalam perubahan konsentrasi terhadap waktu. Jadi, untuk reaksi di atas laju dapat dinyatakan sebagai:
  ..............(Persamaan 2.1)
dengan
Δ[A]    = perubahan konsentrasi reaktan(M)
Δt        = perubahan waktu (detik)
v          = laju reaksi (Mdetik–1)
Tanda (–) artinya berkurang dan Tanda (+) artinya bertambah.

Untuk penulisan rumus laju untuk reaksi yang lebih rumit, misalkan, reaksi:
2A →B
Dua mol A menghilang untuk setiap mol B yang terbentuk. Dengan demikian hilangnya A adalah 2 kali lebih cepat dibandingkan laju terbentuknya B. Penulisan lajunya sebagai:
 




(Chang,2005:30)..(Persamaan2.2)

c.         Hubungan antaraKonsentrasi Reaktan dan Waktu
Hukum laju memungkinkan kita untuk menghitung laju reaksi dari konsentrasi laju dan konsentrasi reaktan. Hukum laju dapat dikonversi menjadi persamaan yang memngkinkan kita untuk menentukan konsentrasi reaktan disetiap waktu selama reaksi berlangsung.(Chang, 2005:36) Orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen dari konsentrasi dalam persamaan laju. (Keenan, 1984:531)
1)        Reaksi orde nol
Laju reaksi tidak selalu bergantung pada konsentrasi pereaksi. Keadaan iniakan terlihat bila beberapa perubah mengatur laju reaksi, misalnya intensitas cahaya suatu reaksi fotokimia atau tersedianya ezim dalam reaksi katalis oleh enzim. Pada reaksi demikian reaksi berlangsung dengan laju yang tetap. Reaksinya mempunyai orde nol, dan satuan k sama dengan satuan lajunya hal ini dapat dilihat pada gambar 2.1.  Lajureaksi = k = tetap (Suminar, 1987:153)





Gambar 2.1 reaksi orde nol
2)        Reaksi orde satu
Jika laju suatu reaksi kimia berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari hanya satu pereaksihal ini dapat dilihat pada gambar 2.2. Laju= k [A]. Maka reaksi itu dikatakan sebagai reaksi orde-pertama.Reaksi orde-pertama reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan satu.
 





Gambar 2.2 reaksi orde satu
3)        Reaksi orde dua
Jika laju suatu reaksi kimia berbanding lurus dengan pangkat dua suatu pereaksi,  Laju = k [A]2 atau berbanding lurus dengan pangkat satukonsentrasi dari dua pereaksi, dapat dilihat pada gambar 2.3. Laju = k [A] [B]. Maka reaksi itu disebut reaksi orde-dua.Reaksi orde-duareaksiyang lajunya bergantung pada konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masingnya dipangkatkan satu.(Keenan,1984:531) (Chang,2005: 36)
 






Gambar 2.3 reaksi orde dua

d.        Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
1)        Pengaruh Konsentrasi terhadap Laju Reaksi
Pada umumnya, reaksi akan berlangsung lebih cepat jika konsentrasi pereaksi diperbesar. Zat yang konsentrasinya besar mengandung jumlah partikel yang lebih banyak, sehingga partikel-partikelnya tersusun lebih rapat dibanding zat yang konsentrasinya rendah. Partikel yang susunannya lebih rapat, akan lebih sering bertumbukan dibanding dengan partikel yang susunannya renggang, sehingga kemungkinan terjadinya reaksi makin besarJika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akanmengandung jumlah partikel semakin banyak sehingga partikel-partikel tersebut akan tersusun lebih rapat dibandingkan larutan yang konsentrasinya lebih rendah. Susunan partikel yang lebih rapat memungkinkan terjadinya tumbukan semakin banyak dan kemungkinan terjadi reaksi lebih besar. Makin besar konsentrasi zat, makin cepat laju reaksinya. Dapat dilihat pada Gambar 2.4 tentang pengaruh konsentrasi berikut.
 





Gambar 2.4 a. Tumbukan yang terjadi pada konsentrasi kecil b. tumbukan yang terjadi pada konsentrasi besar.

2)        Temperatur
Setiap partikel selalu bergerak. Dengan menaikkan temperatur, energi gerak atau energi kinetik partikel bertambah, sehingga tumbukan lebih sering terjadi. Dengan frekuensi tumbukan yang semakin besar, maka kemungkinan terjadinya tumbukan efektif yang mampu menghasilkan reaksi juga semakin besar. Suhu atau temperatur ternyata juga memperbesar energi potensial suatu zat. Zat-zat yang energi potensialnya kecil, jika bertumbukan akan sukar menghasilkan tumbukan efektif. Hal ini terjadi karena zat-zat tersebut tidak mampu melampaui energi aktivasi. Dengan menaikkan suhu, maka hal ini akan memperbesar energi potensial, sehingga ketika bertumbukan akan menghasilkan reaksi.Partikel-partikel dalam zat selalu bergerak. Jika suhu zat dinaikkan, maka energi kinetik partikel-partikel akan bertambah sehingga tumbukan antarpartikel akan mempunyai energi yang cukup untuk melampaui energi pengaktifan. Hal ini akan menyebabkan lebih banyak terjadi tumbukan yang efektif dan menghasilkan reaksi (Gambar 2.5).
 





Gambar 2.5a. tumbukan antarpartikel pada suhu rendah b. tumbukan antarpartikel pada suhu tinggi.
Berdasarkan pengamatan pada setiap percobaan kelajuan menunjukkan bahwa hampir menaikkan kelajuan dari setiap reaksi. Lebih lanjut, penurunan dalam suhu akan menurunkan kelajuan dan ini tak tergantung apakah reaksi eksoterm atau endotermis. Perubahan kelajuan terhadap suhu dinyatakan oleh suatu perubahan dalam tetapan kelajuan spesifik k. Untuk setiap reaksi, k naik dengan kenaikan suhu. Besarnya kenaikan berbeda-beda dari satu reaksi dengan reaksi lainnya (Sardjono :153).

3)        Pengaruh tekanan/volume terhadap laju reaksi
Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari reaksi seperti itu juga dipengaruhi oleh tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil Volume akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.

2.5 Kerangka berpikir
Kerangka berpikir dimulai dari adanya kondisi awal dimana dalam pembelajaran kurangnya variasi dalam penggunaan model dan media serta pembelajaran masih menggunakan pembelajaran yang berpusat pada guru didalam kelas. Kemudian muncul masalah minat belajar kimia siswa yang masih rendah, dapat ditemukan pada banyak siswa yang kurang memperhatikan penjelasan dari guru dan teman kelompoknya yang presentasi dan ketidaksiapan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Selanjutnya diberikan tindakan dimana dalam pembelajaran diterapkan model pembelajaran Discovery Learning model untuk meningkatkan keaktifan, minat, dan hasil belajar siswa sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 adalah. Keberhasilan proses dan hasil pembelajaran juga dapat dipengaruhi oleh media pembelajaran yang digunakan. Dalam proses pembelajaran kimia perlu digunakan suatu media pembelajaran dan juga pendekatan yang mampu menarik siswa sehingga merasa senang dan terhibur.Salah satu alternative yang dapat dimanfaatkan menjadi media pembelajaran adalah google classroom. Dengan adanya google classroom sebagai media pembelajaran seorang guru diharapkan dapat menyampaikan materi-materi pelajaran agar lebih menarik sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan hasil belajar. Penggunaan Hand Out dalam Google Classroom ini bertujuan untuk membuat siswa tertarik dalam belajar dan lebih mudah memahami materi Laju Reaksi yang dianggap abstrak dan sulit dimengerti, memahami faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan dapat menentukan persamaan laju reaksi dengan baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.









Kondisi awal
Guru
belum menerapkan model dan media yang variatif
Tindakan
Kondisi Akhir
Penerapan Model Discovery Learning menggunakan Hand Out dalam Google Classroomdapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI di SMA N 6 Surakarta
Penerapan Model Discovery Learning dengan media Google Classroom
Minat dan hasil belajar kimia siswa rendah
 



















Gambar 2.1 : Bagan kerangka berpikir

2.6. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka berpikir maka diperoleh hipotesis penelitian berupa : penerapan model Discovery Learning menggunakan aplikasi Google Classroom dapat meningkatkan hasilbelajar siswa pada materi Laju Reaksi di SMA N 6 Surakarta.









BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research)   atau  sering  disebut  dengan  PTK.  PTK  merupakan  suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Sesuai dengan pengertiannya penelitian ini sengaja dilakukan untuk merencanakan, melaksanakan kemudian  mengamati dampak dari pelaksanaan  tindakan tersebut pada subjek penelitian. Penelitian dilakukan melalui dua siklus tindakan dimana masing-masing siklus terdiri   dari   tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi untuk mengambil keputusan dalam pelaksanaan siklus berikutnya.

3.1.  Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N 6 Surakarta dan dilaksanakan bulan Oktober – November 2019

3.2.  Subjek dan objek penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA N 6 Surakarta tahun pelajaran 2019/2020. Sedangkan objeknya adalah penerapan model Discovery Learning dengan menggunakan Google Classroom untuk  meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia materi pokok laju reaksi.

3.3.  Definisi Operasioanal
Model  Discovery Learning  adalah model pembelajaran  dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga  siswa dapat  menyusun pengetahuannya sendiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model pembelajaran discovery learning adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.  
Google Classroom adalah sebuah link internet yang berfungsi untuk membuat grup kelas yang di dalamnya dapat disajikan bahan ajar, media,LKPD, Video maupun evaluasi. Kehandalannya ialah siswa dapat dengan mudah mengakses sumber belajar, media dan LKPD dari guru dan selanjutnya dapat mengerjakan soal evaluasi sesuai dengan waktu yang sudah dijadwalkan oleh guru.
Kelebihan Google Classroom
1.        Tidak perlu lagi membuat tugas di buku
2.        Melatih kedisiplinan siswa
3.        Dapat hanya membawa smartphone atau laptop (pada pelajaran tertentu)

3.4.  Variabel Penelitian
1.        Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan model Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi google classroom.
2.        Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar kimia yang diperoleh siswa dalam pembelajaran laju reaksi.

3.5.  Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar observasi dan tes hasil belajar. Lembar observasi digunakan untuk mengamati keaktifan siswa saat proses pembelajaran. Tes hasil belajar berupa tes berbentuk pilihan berganda yang sudah divalidasi dengan jumlah soal 10 butir untuk tiap siklus. Setiap soal memiliki 5 pilihan dan setiap jawaban yang benar diberi skor 1 sedangkan yang salah diberi skor 0.


3.6.  Desain dan Prosedur Penelitian
3.6.1        Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas. Penelitian ini mengikuti prosedur penelitian yang direncanakan mencakup kegiatanPerencanaan (Planning); Tindakan (Action); Observasi (Observation) mengikutiprosedur yang dijelaskan dalam Situmorang, (2010). Refleksi (Reflektion) atauevaluasi. Rancangan penelitian tindakan kelas yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 3.1







Siklus 1
Perencanaan Pembelajaran
Tindakan Pengajaran
Tahap 1
Konsep laju reaksi dan persamaan laju reaksi
Refleksi dan
Evaluasi 1
Observasi kegiatan
siswa
Siklus 2
Perencanaan Pembelajaran
Tindakan Pengajaran
Tahap 2
Faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Refleksi dan
Evaluasi 2
Observasi kegiatan
siswa
 



















Gambar 3.1. Rancangan penelitian tindakan kelas penerapan model Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi Google Classroom materi Laju Reaksi.

Penelitian berupa kegiatan penelitian tindakan kelas penerapan model Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi Google Classroom materi Laju Reaksi. Disain penelitian diperlihatkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1.  Desain penelitian tindakan kelas
Siklus
Sampel
Pretest
Perlakuan
Postest
1
X2

Pengajaran menggunakan model Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi Google Classroom materi Laju Reaksi

2



3.6.2   Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data. Adapun rincian dari ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Tahap persiapan
a.       Menentukan sampel
b.      Menyusun proposal dan instrument penelitian
2.    Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dilakukan dalam dua siklus. Berikut tahapan pelaksanaan untuk siklus satu:
a.       Memberikan pretest kepada kelas penelitian
b.      Memberikan perlakuan pembelajaran dengan model Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi Google Classroom materi Laju Reaksi.
c.       Observasi selama proses pembelajaran
d.      Memberikan postes kepada kelas penelitian
e.       Refleksi

Tahapan siklus dua adalah sebagai berikut:
a.       Memberikan pretest kepada kelas penelitian
b.      Memberikan perlakuan pembelajaran dengan model Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi  Google Classroom materi Laju Reaksi.
c.       Observasi selama proses pembelajaran
d.      Memberikan postes kepada kelas penelitian
e.       Refleksi
3.    Tahap analisis data
a.       Melakukan perhitungan
b.      Menarik kesimpulan

3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambaran tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Analisis ini dilaksanakan menggunakan lembar observasi.
Analisis kuantitatif dilaksanakan dengan menggunakan tes hasil belajar yang diberikan pada akhir siklus I dan siklus II. Analisis statistik deskriptif berupa skor rata-rata dan persentase ketuntasan. Berikut ini rumus analisis statistik deskriptif yang digunakan:
1.    Rumus menghitung skor rata-rata tes hasil belajar (Sudijono, 2008:80)
Keterangan:     M    = Mean (Rata-rata)
                         = Jumlah skor siswa
                        N    = Banyak skor     

2.    Rumus menghitung persentase ketuntasan belajar (Depdiknas, 2004:17)
keterangan: P = Persentase ketuntasan hasil belajar
                    n = Jumlah siswa yang lulus tes (tuntas)
                   N = Jumlah seluruh siswa
Adapun kriteria ketuntasan hasil belajar kimia siswa SMA N 6 Surakarta adalah sebagai berikut:
1.    Daya serap individu, siswa disebut telah tuntas belajar apabila telah mencapai nilai ≥ 75 dari nilai maksimal 100.
2.    Daya serap klasikal (Dedpdikbud dalam Trianto, 2010:241), kelas disebut telah tuntas belajar jika kelas tersebut telah mencapai ≥ 85% dari jumlah siswa yang telah mencapai nilai ≥ 83.

3.8  Indikator Keberhasilan Tindakan
Kriteria keberhasilan tindakan ini dilihat dari indicator proses dan indicator hasil belajar siswa.Indikator proses yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah jika ketuntasan belajar siswa terhadap materi mencapai 75% dan siswa yang mendapat 75 setidak–tidaknya 85% dari jumlah seluruh siswa sebagai subyek penelitian. Indikator proses kegiatan pembelajaran   dicari presentase nilai rata   – ratanya dengan menggunakan rumus :
Nilai rata – rata =  x 100%
Untuk mempermudah peneliti dalam mencari tingkat keberhasilan tindakan, sebagaimana yang dikemukakan oleh E.Mulyasa bahwa: Kualitas pembelajaran didapat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses pembelajaran diketahui berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak – tidaknya sebagian besar 75% siswa terlibat secara fisik baik fisik,mental,maupun social dalam proses pembelajaran. Disamping itu menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat yang besar,dan percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila terjadi perubahan tingkah laku yang positif pada diri siswa seluruhnya atau sekurang –kurangnya75%. Indikator belajar dari kegiatan penelitian ini adalah 85% dari jumlah siswa yang telah mencapai minimal 75. Penempatan nilai 75 didasarkan atas hasil diskusi dengan guru kelas XI dan kepala sekolah serta dengan teman sejawat berdasarkan tingkat kecerdasan siswa dan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang digunakan di Sekolah tersebut dan setiap siklus diharapkan mengalami peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis.


DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2, Edisi Ketiga.Erlangga: Jakarta.
Djamarah,S.B ; Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar (Edisi Revisi). Penerbit Rineka Cipta : Jakarta
Dimyati dan Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit PT.Rineka Cipta : Jakarta
Depdiknas.2004. Pedoman Pembelajaran Tuntas. Depdiknas : Jakarta.
Gunawan, dkk. 2017. Pengembangan Kelas Virtual dengan Google Classroom dalam Keterampilan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Topik Vektor pada Siswa SMK untuk Mendukung Pembelajaran. Universitas Sanata Darma : Yogyakarta (Prosiding Seminar Nasional Etnomatnesia, ISBN 978-602-6258-07-6)
Harnanto, A., Ruminten. 2009. Kimia 3 Untuk SMA/MA Kelas XII. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.
Jasmansya. 2011. Mengoptimalkan Fungsi Blog Sebagai Media Belajar Di Era Digital, http://izaskia.wordpress.com/2010/11/21/mengoptimalkan-fungsi-blog-sebagai-media-belajar-di-era-digital/#more-1644
Muharoma, Y.P., Wulandari .2014. Penerapan Model Discovery Learning dengan Media Powerpoint Untuk MeningkatkanKualitas Pembelajaran IPA, Joyful Learning Journal3: 2,
Pangajuanto, Teguh ; Rahmidi, Tri. 2009. KIMIA 3 Untuk SMA/MA Kelas XII.              Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Riyanto, Agus. 2019. Pengertian Discovery Learning, Ciri-ciri, dan Sintak Dalam Pembelajaran. (https://www.amongguru.com/pengertian-discovery-learning-ciri-ciri-dan-sintak-dalam-pembelajaran/ diakses pada 15/10/2019)
Slameto.2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta: Jakarta
Sudijono, A.2008.Pengantar Statistika Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta
Sudjana, N.2005.Metode Statistik. Penerbit Tarsito: Jakarta.
Sudrajat dan Hesti.2015. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Konstekstual pada Materi Himpunan Berbantu Video Pembejaran, JurnalPendidikan Matematika FKIPUniv. Muhammadiyah MetroVol.4, No.1: 67-77
Sunarya, Yayan; Setiabudi Agus.2009. Mudah dan Aktif Belajar Kimia untuk Kelas XII SMA/MA Program Ilmu Alam. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Sunyono, Wirya, I.W., Suyanto, E., Suyadi, G.2009. Identifikasi Masalah Kesulitan dalam PembelajaranKimia SMA Kelas X di Propinsi Lampung, Jurnal,FKIP Universitas Lampung: Lampung
Sutisnowati, E .2015. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Kurikulum 2013, (http://kepri.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=256079,diakses pada 03/08/2015).
Trianto.2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif. Kencana: Jakarta
Trianto.2010.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) .Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
Utami, Budi,dkk. 2009. Kimia Untuk SMA/MA Kelas XII Program Ilmu Alam. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RPP Hidrolisis Garam Daljab 5 2019

IPA Terapan dan Fisika Kelas X Pertemuan ke 11

PKK (II) Kelas XI Pertemuan ke 11