“Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Menggunakan Aplikasi Google Classroom untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA Pada Materi Laju Reaksi di SMA N 6 Surakarta”.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, perkembangan ilmu teknologi semakin
berkembang secara pesat. Setiap pekerjaan saat ini dapat dikerjakan hanya
dengan mengusap jari pada layar gawai yang dimiliki. Misalnya untuk membeli
barang yang diinginkan hanya cukup dengan menggerakkan jari ke layar gawai
untuk memilih barang yang diinginkan, sehingga dengan kemajuan teknologi
tersebut maka energi yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu kegiatan tidak
membutuhkan energi yang cukup banyak. Generasi net hanya perlu menggerakkan mouse
di board atau hanya menyentuh screen komputer serta boleh
masuk dan keluar dunia cyber tanpa harus meninggalkan rumah. Generasi
net lebih mengekspresikan kebebasannya kepada dunia sehingga mereka lebih
merasa dianggap oleh dunia di sekitar mereka (Gunawan. 2016).
Modernisasi teknologi itu juga tidak hanya merambah
dunia perdagangan saja melainkan teknologi sudah mulai merambah dunia
pendidikan. Dunia pendidikan sudah mulai meninggalkan pembelajaran secara
luring. Dunia pendidikan saat ini sudah mulai mengarah kepada pembelajaran yang
mengarah kepada pembelajaran secara daring. Oleh karena itu, saat ini proses
belajar sudah dapat dilakukan dengan mengerjakan aktivitas yang lainnya.
Pada saat ini, peserta ajar dari proses
pembelajaran merupakan peserta didik dari generasi Z. Pembelajaran yang
terpusat pada guru tidak lagi cocok pada generasi ini sehingga perlu berubah ke
pendekatan yang lebih berpusat pada siswa, terutama pada siswa yang amat
beragam kemampuannya (Viridi. 2017).
Berdasarkan
data
yang diperoleh dari hasil nilai ulangan harian mata pelajaran kimia kelas XI
di SMA N 6 Surakarta masih banyak siswa yang
masih belum mencukupi KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal) yaitu sebesar 37,25%
dengan nilai ketuntasan (KKM) adalah75. Beberapa siswa memperoleh
nilai ulangan di bawah 50. Rendahnya hasil belajar kimia siswa tersebut disebabkan
pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang
menyangkut reaksi kimia dan hitungan kimia, akibat rendahnya pemahaman
konsep-konsep kimia (Sunyono, 2005). Oleh sebab itu, diperlukan suatu usaha
untuk mengoptimalkan pembelajaran kimia di kelas dengan menerapkan model dan
media pembelajaran yang tepat.
Dari
hasil observasi yang dilakukan di Kelas XI IPA SMA N 6 Surakarta dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kimia yang dilakukan di beberapa kelas sudah
melibatkan siswa untuk kerja mandiri dan mempresentasikan hasil karyanya pada
proses pembelajaran. Akan tetapi, masih ditemukan permasalahan yang terjadi
diantaranya: (1) minat belajar kimia siswa yang masih rendah, dapat ditemukan
pada banyak siswa yang kurang memperhatikan penjelasan dari guru dan teman
kelompoknya yang presentasi dan ketidaksiapan siswa untuk mengikuti proses
pembelajaran. (2) kurangnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, ditemukan bahwa hanya seperempat atau 20% saja dari siswa yang mampu menjawab
pertanyaan dari guru dan melakukan tanya
jawab dalam diskusi. Hal ini karena kurangnya pemahaman
mengenai konsep-konsep dan prinsip kimia dan kurang pahamnya siswa mengenai
aplikasi kimia dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Kurangnya variasi dalam penggunaan model dan media pembelajaran. (4) masih
menggunakan pembelajaran yang berpusat pada siswa pada kelas tertentu. Hal ini
menyebabkan hasil belajar kimia masih rendah dan diperlukan model pembelajaran
yang variatif, media yang menarik yang dapat meningkatkan minat dan keaktifan siswa.
Adapun
model yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keaktifan, minat, dan hasil belajar siswa
sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013
adalah menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Model Discovery
Learning adalah sebagai sebuah model pembelajaran yang didalamnya melibatkan
siswa untuk berusaha memecahkan masalah dengan melalui beberapa tahapan ilmiah
sihingga siswa diharapkan mampu mempelajari pengetahuan yang berkaitan masalah
tersebut dan sekaligus siswa diharapkan akan memiliki ketrampilan dalam
memecahkan masalah (Kamdi, 2007).
Keberhasilan
proses dan hasil pembelajaran juga dapat dipengaruhi oleh media pembelajaran
yang digunakan. Dalam proses pembelajaran kimia perlu digunakan suatu media pembelajaran dan juga pendekatan yang
mampu menarik siswa sehingga merasa
senang dan terhibur. Salah satu alternative yang
dapat dimanfaatkan menjadi media pembelajaran adalah internet. Dengan adanya internet sebagai media pembelajaran seorang guru diharapkan dapat menyampaikan materi-materi pelajaran agar lebih menarik sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan
hasil belajar.
Penerapan
google Classroom dalam pembelajaran menurut Gunawan (2017) menyatakan bahwa implementasi
proses pembelajaran dengan menggunakan google classroom sebesar 88% dari
rancangan penelitian. Hasil pekerjaan siswa
dalam pemecahan masalah juga sesuai dengan ekspetasi yang diharapkan pada
awalnya. Dengan menggunakan Google Classroom, maka kemampuan pemecahan
masalah siswa mengalami peningkatan serta untuk keefektifan dari penggunaan Google
Classroom mendapatkan respon yang positif dari siswa. Hal tersebut
disimpulkan dari hasil pekerjaan siswa beserta jawaban siswa dalam kuesioner
terbuka yang diberikan secara daring. Selain itu, siswa juga dapat menggunakan Google
Classroom secara optimal dengan melalui proses belajar, proses untuk
mengunggah hasil pekerjaan serta hasil kuesioner terbuka serta keefektifan
proses pembelajaran dapat disimpulkan berdasarkan tingkat kesalahan yang
dilakukan oleh siswa saat mengerjakan soal test, motivasi siswa untuk belajar
dan mengerjakan soal test serta ketepatan waktu dari siswa untuk menggunggah
hasil test dan hasil kuesioner.
Penelitian
tentang pembelajaran kimia materi laju reaksi dengan menggunakan model
Discovery Learning juga sudah pernah dilaporkan. Nelyza, dkk (2015) menyebutkan
bahwa pembelajaran kimia dengan implementasi model discovery learning pada
materi laju reaksi dapat meningkatkan KPS, Sikap sosial, dan mendapatkan respon
positif dari siswa.
Saya selaku penulis
akan mencoba
menerapkan model
pembelajaran Discovery
Learning menggunakan aplikasi google classroom pada pokok materi Laju Reaksi . Topik Laju Reaksi salah satu topic abstrak tetapi sebenarnya
diterapkan dan dapat diamati dalam kehidupan sehari – hari sehingga memerlukan kemampuan siswa untuk menggali lebih
dalam terkait materi tersebut. Topik bahasan ini cenderung
hanya disampaikan dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional yang menekankan pada metode ceramah
padahal
konsep ini dapat disampaikan dengan menggunakan suatu
aplikasi internet yang
disebut dengan google classroom. Dengan menggunakan aplikasi ini siswa dapat dengan cepat
mengakses media, bahan ajar dan dapat mengerjakan soal evaluasi melalui
internet. Sehingga diharapkan
memberikan variasi terhadap penggunaan model
dan media pembelajaran yang dapat menciptakan
suasana yang menyenangkan serta tidak membosankan sehingga siswa lebih aktifdan berminat dalam belajar kimia. Berdasarkan
uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul
“Penerapan Model Pembelajaran Discovery
Learning Menggunakan Aplikasi Google
Classroom untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA Pada Materi Laju Reaksi di SMA N 6 Surakarta”.
1.2. Identifikasi
Masalah
Penelitian ini
dilakukan pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan fokus penelitian
mengenai penerapan model Discovery
Learning dengan menggunakan aplikasi google
classroom untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Laju Reaksi dengan
identifikasi masalah:
1.
Minat belajar siswa masih rendah.
2.
Keaktifan
siswa dalam kegiatan belajar masih kurang karena penggunaan model dan media pembelajaran yang kurang variatif
3.
Rendahnya
hasil
belajar kimia siswa yang
ditunjukkan dengan hasil belajar
kimia siswa yang belum mencapai
Kriteria Kelulusan
Minimum (KKM).
1.3. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah penerapan
model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Laju
Reaksi di SMA N 6 Surakarta?
1.4. Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan
rumusan masalah yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah penerapan model Discovery Learning
untuk meningkatkan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi Laju
Reaksi di SMA N 6 Surakarta.
1.5. Manfaat Penelitian
a.
Manfaat
bagi Guru
Guru dapat
mengetahui model serta media pembelajaran yang lebih bervariasi dan terbaru
serta untuk referensi agar dapat menemukan pembelajaran yang
baik sehingga meningkatkan
kemampuan
konsep dan hasil
belajar siswa.
b.
Bagi
Siswa
Siswa
diharapkan dapat
memperbaiki minat dan meningkatkan
hasil belajar kimia.
c.
Manfaatbagi peneliti
lain
Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lainyang akan melakukan
penelitian diranah
yang sama.
d.
Bagi
sekolah
Dapat meningkatkan hasil
belajar
dan kemampuan berpikir kritis siswa pada pelajaran
kimia materi laju reaksi.
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1. Hasil Belajar
Depdiknas (2012) mengemukakan
bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai dengan
adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar.
Hasil belajar mengajar adalah suatu
proses tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan berhasil apabila Tujuan
Intruksional Khusus (TIK) nya
dapat tercapai yang
menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah hal-hal sebagai
berikut:
a.
Daya serap terhadap bahan pengajaran
yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.
b.
Perilaku yang digariskan dalam Tujuan
Instruksional Khusus (TIK) telah tercapai oleh siswa, baik individu maupun
kelompok.
Namun demikian, indikator yang banyak
dipakai sebagai tolak ukur keberhasilan adalah daya serap (Djamarah dan Zain,
2006:13).
2.2.
Model Discovery Learning
Model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu
pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas (Arends dalam Trianto, 2010: 51).
Penemuan
(discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
pandangan konstruktivisme. Menurut Kurniasih &Sani (2014: 64)
discoverylearning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila
materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
siswa mengorganisasi sendiri.Selanjutnya,Sani (2014: 97) mengungkapkan bahwa
discoveryadalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang
diperoleh melalui pengamatan atau percobaan
Metode penemuan
(discovery) diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan
pengajaran, perseorangan, manipulasi obyek dan percobaan, sebelum sampai kepada
generalisasi. Sehingga metode penemuan (discovery) merupakan komponen
dari praktik pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara
belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri,
dan reflektif (Suryosubroto 2009:178).
Model discovery-inquiry
atau discovery learning menurut Suryosubroto (2002) diartikan sebagai
suatu prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi
obyek dan lain-lain, sebelum sampai kepada generalisasi. Discovery
adalah proses mental yang membuat siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau
sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati,
menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat
kesimpulan, dan sebagainya.
Model discovery
learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43).
Discovery terjadi apabila individu terlibat, terutama dalam penggunaan
proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery
dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan.
Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri
adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind
(Robert B. Sund dalam Malik 2001:219).
2.2.1.
Ciri-Ciri Model Discovery Learning
Menurut Riyanto
(2019) Ciri – ciri model Discovery Learning antara lain adalah:
a.
Mengeksplorasi dan memecahkan
masalah untuk menciptakan, mengabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan.
b.
Berpusat pada siswa.
c.
Menggabungkan pengetahuan baru
dan pengetahuan yang sudah ada.
2.2.2.
Sintaks Model Discovery Learning
Pengaplikasian
model discovery learningdalam pembelajaran, terdapat beberapa tahapan yang
harus dilaksanakan. Kurniasih&Sani (2014: 68-71) mengemukakan
langkah-langkah operasional model discovery learningyaitu sebagai berikut.
a.
Langkah persiapan model discovery
learning
1)
Menentukan tujuan pembelajaran.
2)
Melakukan identifikasi
karakteristik siswa.
3)
Memilih materi pelajaran.
4)
Menentukan topik-topik yang harus
dipelajari siswasecara induktif.
5)
Mengembangkan bahan-bahan belajar
yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari
siswa.
b.
Prosedur aplikasi model discovery
learning
1)
Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang)
Pada tahap ini
siswadihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan
untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Guru dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku,
dan belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2)
Problem statemen (pernyataan/identifikasi
masalah)
Guru memberikan
kesempatan kepada siswauntuk mengidentifikasi masalah-masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis.
3)
Data collection (pengumpulan data)
Tahap ini siswa
diberi kesempatan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca
literatur, mengamati objek, wawancara, melakukan uji coba sendiri untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis.
4)
Data processing (pengolahan data)
Pengolahan data
merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa
melalui wawancara, observasi dan sebagainya. Tahap ini berfungsi sebagai
pembentukan konsep dan generalisasi, sehingga siswaakan mendapatkan pengetahuan
baru dari alternatif jawabanyang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5)
Verification (pembuktian)
Pada tahap ini
siswamelalakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif dan
dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
6)
Generalization (menarik kesimpulan)
Tahap
generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Sani (2014: 99)
mengemukakan tahapanpembelajaran dengan menggunakan model discovery
learningsecara umum dapatdigambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1 Langkah pembelajaran
Model Discovery Learning
2.2.3.
Kelebihan
dan Kelemahan Model
Discovery Learning
Pemilihan model
pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran harus diiringi dengan suatu
pertimbangan untuk mendapatkan suatu kebaikan ataupun kelebihan. Hosnan (2014:
287-288) mengemukakan beberapa kelebihan dari model discovery learning yaknis ebagai
berikut.
a.
Membantu siswauntuk memperbaiki
dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
b.
Pengetahuan yang diperoleh
melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian,
ingatan, dan transfer.
c.
Dapat meningkatkan kemampuan
siswa untuk memecahkan masalah.
d.
Membantu siswamemperkuat konsep
dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lain.
e.
Mendorong keterlibatan keaktifan
siswa.
f.
Mendorong siswaberpikir intuisi
dan merumuskan hipotesis sendiri.
g.
Melatih siswa belajar
mandiri.h.Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karenaia berpikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.
Kurniasih&Sani
(2014: 66-67) juga mengemukakan beberapa kelebihan dari model discovery
learning,yaitu sebagai berikut.
a.
Menimbulkan rasa senang pada
siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
b.
Siswa akan mengerti konsep dasar
dan ide-ide lebih baik.
c.
Mendorong siswa berpikir dan
bekerja atas inisiatif sendiri.
d.
Siswa belajar dengan memanfaatkan
berbagai jenis sumber belajar.
Selain itu, adapun kelemahan model Discovery Learning yang diungkapkan oleh Suryosubroto (2002:199) ,
yaitu:
1. Penemuan akan dimonopoli oleh siswa yang
lebih pandai dan menimbulkan perasaan frustasi pada siswa yang kurang pandai.
2. Kurang sesuai untuk kelas dengan jumlah siswa
yang banyak.
3. Memerlukan waktu yang relatif banyak.
4. Karena biasa dengan perencanaan dan
pengajaran secara tradisional, hasil pembelajaran dengan metode ini selalu mengecewakan.
5. Kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan
keterampilan karena yang lebih diutamakan adalah pengertian.
6. Fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba
ide-ide, kemungkinan tidak ada.
7. Tidak memberi kesempatan untuk berpikir
kreatif dan tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.
2.3. Pengertian
Media, Hand Out, LKPD dan Google Classroom
Media
pembelajaran adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan
isi pengajaran yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu proses belajar
mengajar. Pemakaian media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap siswa.
Menurut Arsyad (2011) media pembelajaran mempunyai beberapa fungsi antara lain:
1) memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan
meningkatkan proses dan hasil belajar, 2) meningkatkan motivasi dan efisiensi
penyampaian informasi, 3) meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyampaian
informasi, 4) menambah variasi penyajian materi, 5) pemilihan media yang tepat
akan menimbulkan semangat, gairah dan mencegah kebosanan siswa untuk belajar,
6) kemudahan materi untuk dicerna dan lebih membekas, sehingga tidak mudah
dilupakan siswa, 7) memberikan pengalaman yang lebih konkret bagi hal-hal yang
bersifat abstrak, 8) meningkatkan keingintahuan (curiousity) siswa, 9) memberikan stimulus dan mendorong respon
siswa.
Menurut
Mohammad (2010) memaknai handout sebagai selembar (atau beberapa lembar) kertas
yang berisi tugas atau tes yang diberikan pendidik kepada siswa (siswa).
Sedangkan menurut Andi Prastowo (2011) berpendapat bahwa handout adalah bahan
pembelajaran yang sangat ringkas yang bersumber dari berbagai literatur yang
dirangkum dan relevan dengan materi pokok yang ada di dalam handout tersebut
untuk diajarkan kepada siswa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa handout adalah
bahan ajar atau salah satu contoh media pembelajaran yang dapat digunakan oleh
guru dalam menyampaikan informasi atau materi pembelajaran kepada siswa secara
ringkas dan tepat sasaran.
Widjajanti
(2008:1) mengatakan lembar kerja siswa (LKPD) merupakan salah satu sumber
belajar yang dapat dikembangkan oleh pendidik sebagai fasilitator dalam
kegiatan pembelajaran. LKPD yang disusun dapat dirancang dan dikembangkan
sesuai dengan kondisi dan situasi kegiatan pembelajaran yang akan dihadapi.
Sementara
itu, menurut Depdiknas (2008) lembar kerja siswa (LKPD) adalah
lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar
kegiatan biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu
tugas. Keuntungan penggunaan LKPD adalah memudahkan pendidik dalam melaksanakan
pembelajaran, bagi siswa akan belajar mandiri dan belajar memahami serta
menjalankan suatu tugas tertulis.
Melalui aplikasi Google Classroom diasumsikan
bahwa tujuan pembelajaran akan lebih mudah direalisasikan dan sarat
kebermaknaan. Oleh karena itu, penggunaan Google Classroom ini
sesungguhnya mempermudah guru dalam mengelola pembelajaran dan menyampaikan
informasi secara tepat dan akurat kepada siswa (Hardiyana. 2015). Melalui
pembelajaran dengan blended learning maka siswa merasa nyaman dan aktif
dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Guru dapat memanfaatkan berbagai fitur
yang terdapat pada Google Classroom seperti assignments, grading,
communication, time-cost, archive course, mobile application, dan privacy.
2.4.Materi
Laju Reaksi.
a.
Pengertian Laju Reaksi
Bidang
kimia yang mengkaji kecepatan,atau laju, terjadinya reaksi kimia dinamakan kinetika
kimia. Kata “kinetic” menyiratkan gerakan atau perubahan. Disini kinetika merujuk pada laju reaksi yaitu perubahan konsentrasi
reaktan atau produkterhadap waktu(M/s) (Chang, 2005: 30).
Laju atau
kecepatan menunjukkan sesuatu yang terjadi persatuan waktu. Apa yang terjadi
dalam reaksi kimia adalah perubahan jumlah pereaksi dan hasil reaksi. Perubahan
ini kebanyakan dinyatakan dalam perubahan konsentrasi molar (Petrucci
,1987:175).
Laju atau
kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi ataupun produk dalam
suatu satuan waktu. Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju
berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi, atau laju bertambahnya konsentrasi
suatu produk. Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter tetapi untuk
reaksi fase gas, satuan tekanan atmosfer, millimeter merkurium,atau pascal,
dapat digunakan sebagai konsentrasi. Satuan waktu dapat detik, menit, jam,
hari, atau bahkan tahun, bergantung apakah reaksi itu cepat ataukah lambat (Keenan,
1984:516)
b.
Stoikiometri laju reaksi
Dalam setiap reaksi dapat
dinyatakan dengan persamaan umum diantaranya:
A → B
A diumpamakan sebagai reaktan dan B sebagai produk. Persamaan ini
memberitahukan bahwa, selama
berlangsungnya suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk
terbentuk. Sebagai hasilnya dapat diamati hasilnya dengan cara memantau menurunnya
konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk. Menurunnya jumlah
molekul A dan meningkatnya jumlah molekul B seiring dengan waktu. Secara umum
lebih mudah menyatakan laju dalam perubahan konsentrasi terhadap waktu. Jadi,
untuk reaksi di atas laju dapat dinyatakan sebagai:
..............(Persamaan 2.1)
dengan
Δ[A] = perubahan konsentrasi reaktan(M)
Δt = perubahan waktu (detik)
v = laju reaksi (Mdetik–1)
Tanda (–) artinya berkurang dan
Tanda (+) artinya bertambah.
Untuk penulisan rumus laju untuk
reaksi yang lebih rumit, misalkan, reaksi:
2A →B
Dua mol A menghilang untuk setiap
mol B yang terbentuk. Dengan demikian hilangnya A adalah 2 kali lebih cepat
dibandingkan laju terbentuknya B. Penulisan lajunya sebagai:
(Chang,2005:30)..(Persamaan2.2)
c.
Hubungan antaraKonsentrasi
Reaktan dan Waktu
Hukum laju
memungkinkan kita untuk menghitung laju reaksi dari konsentrasi laju dan
konsentrasi reaktan. Hukum laju dapat dikonversi menjadi persamaan yang
memngkinkan kita untuk menentukan konsentrasi reaktan disetiap waktu selama
reaksi berlangsung.(Chang, 2005:36) Orde suatu reaksi ialah jumlah semua
eksponen dari konsentrasi dalam persamaan laju. (Keenan, 1984:531)
1)
Reaksi orde nol
Laju reaksi tidak selalu bergantung pada konsentrasi pereaksi. Keadaan
iniakan terlihat bila beberapa perubah mengatur laju reaksi, misalnya
intensitas cahaya suatu reaksi fotokimia atau tersedianya ezim dalam reaksi
katalis oleh enzim. Pada reaksi demikian reaksi berlangsung dengan laju yang
tetap. Reaksinya mempunyai orde nol, dan satuan k sama dengan satuan lajunya hal
ini dapat dilihat pada gambar 2.1. Lajureaksi
= k = tetap (Suminar, 1987:153)
Gambar 2.1 reaksi orde nol
2)
Reaksi orde satu
Jika laju suatu
reaksi kimia berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi dari hanya satu
pereaksihal ini dapat dilihat pada gambar 2.2. Laju= k [A]. Maka reaksi itu
dikatakan sebagai reaksi orde-pertama.Reaksi orde-pertama reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan satu.
Gambar 2.2 reaksi orde satu
3)
Reaksi orde dua
Jika laju suatu
reaksi kimia berbanding lurus dengan pangkat dua suatu pereaksi, Laju = k [A]2 atau berbanding lurus
dengan pangkat satukonsentrasi dari dua pereaksi, dapat dilihat pada gambar
2.3. Laju = k [A] [B]. Maka reaksi itu disebut reaksi orde-dua.Reaksi
orde-duareaksiyang lajunya bergantung pada konsentrasi reaktan dipangkatkan
dengan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masingnya
dipangkatkan satu.(Keenan,1984:531) (Chang,2005: 36)
Gambar 2.3 reaksi orde dua
d.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Laju Reaksi
1)
Pengaruh Konsentrasi terhadap
Laju Reaksi
Pada umumnya,
reaksi akan berlangsung lebih cepat jika konsentrasi pereaksi diperbesar. Zat
yang konsentrasinya besar mengandung jumlah partikel yang lebih banyak,
sehingga partikel-partikelnya tersusun lebih rapat dibanding zat yang
konsentrasinya rendah. Partikel yang susunannya lebih rapat, akan lebih sering
bertumbukan dibanding dengan partikel yang susunannya renggang, sehingga
kemungkinan terjadinya reaksi makin besarJika konsentrasi suatu larutan makin
besar, larutan akanmengandung jumlah partikel semakin banyak sehingga
partikel-partikel tersebut akan tersusun lebih rapat dibandingkan larutan yang
konsentrasinya lebih rendah. Susunan partikel yang lebih rapat memungkinkan
terjadinya tumbukan semakin banyak dan kemungkinan terjadi reaksi lebih besar.
Makin besar konsentrasi zat, makin cepat laju reaksinya. Dapat dilihat pada
Gambar 2.4 tentang pengaruh konsentrasi berikut.
Gambar 2.4 a. Tumbukan yang
terjadi pada konsentrasi kecil b. tumbukan yang terjadi pada konsentrasi besar.
2)
Temperatur
Setiap partikel
selalu bergerak. Dengan menaikkan temperatur, energi gerak atau energi kinetik
partikel bertambah, sehingga tumbukan lebih sering terjadi. Dengan frekuensi
tumbukan yang semakin besar, maka kemungkinan terjadinya tumbukan efektif yang
mampu menghasilkan reaksi juga semakin besar. Suhu atau temperatur ternyata
juga memperbesar energi potensial suatu zat. Zat-zat yang energi potensialnya
kecil, jika bertumbukan akan sukar menghasilkan tumbukan efektif. Hal ini
terjadi karena zat-zat tersebut tidak mampu melampaui energi aktivasi. Dengan
menaikkan suhu, maka hal ini akan memperbesar energi potensial, sehingga ketika
bertumbukan akan menghasilkan reaksi.Partikel-partikel dalam zat selalu bergerak.
Jika suhu zat dinaikkan, maka energi kinetik partikel-partikel akan bertambah
sehingga tumbukan antarpartikel akan mempunyai energi yang cukup untuk
melampaui energi pengaktifan. Hal ini akan menyebabkan lebih banyak terjadi
tumbukan yang efektif dan menghasilkan reaksi (Gambar 2.5).
Gambar 2.5a.
tumbukan antarpartikel pada suhu rendah b. tumbukan antarpartikel pada suhu
tinggi.
Berdasarkan
pengamatan pada setiap percobaan kelajuan menunjukkan bahwa hampir menaikkan
kelajuan dari setiap reaksi. Lebih lanjut, penurunan dalam suhu akan menurunkan
kelajuan dan ini tak tergantung apakah reaksi eksoterm atau endotermis.
Perubahan kelajuan terhadap suhu dinyatakan oleh suatu perubahan dalam tetapan
kelajuan spesifik k. Untuk setiap reaksi, k naik dengan kenaikan suhu. Besarnya
kenaikan berbeda-beda dari satu reaksi dengan reaksi lainnya (Sardjono :153).
3)
Pengaruh tekanan/volume terhadap
laju reaksi
Banyak reaksi
yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari reaksi seperti itu juga
dipengaruhi oleh tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil Volume akan
memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.
2.5 Kerangka berpikir
Kerangka
berpikir dimulai dari adanya kondisi awal dimana dalam pembelajaran kurangnya
variasi dalam penggunaan model dan media serta pembelajaran masih menggunakan
pembelajaran yang berpusat pada guru didalam kelas. Kemudian muncul masalah minat
belajar kimia siswa yang masih rendah, dapat ditemukan pada banyak siswa yang
kurang memperhatikan penjelasan dari guru dan teman kelompoknya yang presentasi
dan ketidaksiapan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Selanjutnya
diberikan tindakan dimana dalam pembelajaran diterapkan model pembelajaran Discovery
Learning model untuk meningkatkan keaktifan, minat, dan hasil belajar siswa
sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013
adalah. Keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran juga dapat dipengaruhi oleh media pembelajaran yang digunakan. Dalam proses pembelajaran kimia perlu digunakan suatu media pembelajaran dan juga pendekatan yang
mampu menarik siswa sehingga merasa
senang dan terhibur.Salah satu alternative yang
dapat dimanfaatkan menjadi media pembelajaran adalah google classroom. Dengan adanya
google classroom sebagai media pembelajaran seorang guru diharapkan dapat menyampaikan materi-materi pelajaran agar lebih menarik sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan
hasil belajar. Penggunaan Hand Out dalam Google Classroom ini bertujuan untuk membuat siswa tertarik dalam belajar dan lebih mudah memahami materi Laju Reaksi yang dianggap abstrak dan sulit
dimengerti, memahami faktor
– faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan dapat menentukan persamaan laju
reaksi dengan baik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa.
Kondisi awal
|
Guru
belum menerapkan model dan media yang variatif
|
Tindakan
|
Kondisi
Akhir
|
Penerapan
Model Discovery
Learning menggunakan Hand
Out dalam Google Classroomdapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI di
SMA N 6 Surakarta
|
Penerapan
Model Discovery
Learning dengan media Google Classroom
|
Minat dan hasil
belajar kimia siswa rendah
|
Gambar 2.1 : Bagan kerangka berpikir
2.6. Hipotesis
Tindakan
Berdasarkan
kajian teoritis dan kerangka berpikir maka diperoleh hipotesis penelitian
berupa : penerapan model Discovery Learning
menggunakan aplikasi
Google Classroom dapat meningkatkan hasilbelajar siswa pada materi Laju
Reaksi di SMA N 6 Surakarta.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom
action
research) atau sering disebut
dengan PTK. PTK merupakan
suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa
sebuah tindakan yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Sesuai dengan
pengertiannya penelitian ini sengaja dilakukan untuk merencanakan,
melaksanakan kemudian mengamati
dampak dari
pelaksanaan
tindakan
tersebut pada subjek penelitian. Penelitian dilakukan melalui dua siklus
tindakan dimana masing-masing
siklus
terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi
dan refleksi
untuk
mengambil
keputusan dalam pelaksanaan siklus berikutnya.
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di SMA N 6 Surakarta dan dilaksanakan bulan Oktober – November 2019
3.2. Subjek dan objek penelitian
Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA N 6 Surakarta tahun
pelajaran 2019/2020. Sedangkan objeknya adalah penerapan
model
Discovery Learning dengan menggunakan Google Classroom untuk meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran kimia materi pokok laju reaksi.
3.3. Definisi Operasioanal
Model Discovery Learning adalah
model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah
autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, memandirikan
siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan
model pembelajaran discovery learning adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil
pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan secara bersama-sama.
Google
Classroom adalah
sebuah link internet yang berfungsi untuk membuat grup kelas yang di dalamnya dapat disajikan bahan ajar, media,LKPD, Video maupun
evaluasi. Kehandalannya ialah siswa dapat
dengan mudah mengakses sumber belajar, media dan LKPD dari guru dan selanjutnya
dapat mengerjakan soal evaluasi sesuai dengan waktu yang sudah dijadwalkan oleh
guru.
Kelebihan Google Classroom
1.
Tidak perlu lagi membuat tugas di buku
2.
Melatih kedisiplinan siswa
3.
Dapat hanya membawa smartphone atau laptop (pada pelajaran tertentu)
3.4. Variabel Penelitian
1.
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah penerapan model Discovery Learning
dengan menggunakan aplikasi google classroom.
2.
Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah hasil belajar kimia yang diperoleh siswa dalam pembelajaran laju reaksi.
3.5. Instrument Penelitian
Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lembar observasi dan tes hasil
belajar. Lembar observasi digunakan untuk mengamati keaktifan siswa saat proses
pembelajaran. Tes hasil belajar berupa tes berbentuk pilihan berganda yang
sudah divalidasi dengan jumlah soal 10 butir untuk tiap siklus. Setiap soal
memiliki 5 pilihan dan setiap jawaban yang benar diberi skor 1 sedangkan yang
salah diberi skor 0.
3.6. Desain dan Prosedur Penelitian
3.6.1
Desain
Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis penelitian tindakan kelas. Penelitian ini mengikuti prosedur penelitian
yang direncanakan mencakup kegiatanPerencanaan (Planning);
Tindakan (Action);
Observasi (Observation) mengikutiprosedur yang dijelaskan dalam Situmorang,
(2010). Refleksi (Reflektion) atauevaluasi. Rancangan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan diperlihatkan pada Gambar 3.1
Siklus 1
|
Perencanaan Pembelajaran
|
Tindakan
Pengajaran
Tahap
1
|
Konsep laju reaksi dan persamaan laju
reaksi
|
Refleksi
dan
Evaluasi
1
|
Observasi
kegiatan
siswa
|
Siklus 2
|
Perencanaan Pembelajaran
|
Tindakan
Pengajaran
Tahap
2
|
Faktor – faktor yang mempengaruhi laju
reaksi
|
Refleksi
dan
Evaluasi
2
|
Observasi
kegiatan
siswa
|
Gambar 3.1. Rancangan
penelitian tindakan kelas penerapan model Discovery
Learning dengan menggunakan aplikasi Google Classroom materi
Laju Reaksi.
Penelitian
berupa kegiatan penelitian tindakan kelas penerapan model Discovery
Learning dengan menggunakan aplikasi Google Classroom materi
Laju Reaksi. Disain penelitian
diperlihatkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Desain penelitian tindakan kelas
Siklus
|
Sampel
|
Pretest
|
Perlakuan
|
Postest
|
1
|
X2
|
|
Pengajaran
menggunakan model Discovery Learning dengan menggunakan aplikasi Google Classroom materi
Laju Reaksi
|
|
2
|
3.6.2
Prosedur
Penelitian
Prosedur
penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan dan tahap analisis data. Adapun rincian dari ketiga tahap tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Tahap
persiapan
a. Menentukan
sampel
b. Menyusun
proposal dan instrument penelitian
2. Tahap
pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dilakukan dalam
dua siklus. Berikut tahapan pelaksanaan untuk siklus satu:
a. Memberikan
pretest kepada kelas penelitian
b. Memberikan
perlakuan pembelajaran dengan model Discovery
Learning dengan menggunakan aplikasi Google
Classroom materi Laju Reaksi.
c. Observasi
selama proses pembelajaran
d. Memberikan
postes kepada kelas penelitian
e. Refleksi
Tahapan
siklus dua adalah sebagai berikut:
a. Memberikan
pretest kepada kelas penelitian
b. Memberikan
perlakuan pembelajaran dengan model Discovery
Learning dengan menggunakan aplikasi Google
Classroom materi Laju Reaksi.
c. Observasi
selama proses pembelajaran
d. Memberikan
postes kepada kelas penelitian
e. Refleksi
3. Tahap
analisis data
a. Melakukan
perhitungan
b. Menarik
kesimpulan
3.7 Teknik
Analisis Data
Analisis
data yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas ini berupa analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap
data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambaran tentang
aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Analisis ini dilaksanakan
menggunakan lembar observasi.
Analisis
kuantitatif dilaksanakan dengan menggunakan tes hasil belajar yang diberikan
pada akhir siklus I dan siklus II. Analisis statistik deskriptif berupa skor
rata-rata dan persentase ketuntasan. Berikut ini rumus analisis statistik
deskriptif yang digunakan:
1. Rumus
menghitung skor rata-rata tes hasil belajar (Sudijono, 2008:80)
Keterangan: M = Mean (Rata-rata)
= Jumlah skor siswa
N = Banyak skor
2. Rumus
menghitung persentase ketuntasan belajar (Depdiknas, 2004:17)
keterangan: P = Persentase
ketuntasan hasil belajar
n = Jumlah siswa yang lulus tes
(tuntas)
N = Jumlah seluruh siswa
Adapun kriteria
ketuntasan hasil belajar kimia siswa SMA
N 6 Surakarta adalah sebagai berikut:
1. Daya
serap individu, siswa disebut telah tuntas belajar apabila telah mencapai nilai
≥ 75 dari nilai maksimal 100.
2. Daya
serap klasikal (Dedpdikbud
dalam Trianto, 2010:241), kelas disebut
telah tuntas belajar jika kelas tersebut telah mencapai ≥ 85% dari jumlah siswa
yang telah mencapai nilai ≥ 83.
3.8 Indikator Keberhasilan Tindakan
Kriteria
keberhasilan tindakan ini dilihat dari indicator proses dan indicator hasil belajar siswa.Indikator proses yang
ditetapkan dalam
penelitian ini adalah jika ketuntasan belajar
siswa terhadap materi mencapai 75% dan siswa yang
mendapat 75 setidak–tidaknya 85%
dari jumlah seluruh siswa sebagai subyek penelitian. Indikator
proses kegiatan pembelajaran
dicari presentase
nilai rata – ratanya dengan menggunakan rumus :
Nilai rata – rata =
x 100%
Untuk mempermudah peneliti dalam
mencari
tingkat keberhasilan tindakan,
sebagaimana yang dikemukakan oleh E.Mulyasa bahwa: Kualitas
pembelajaran didapat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses pembelajaran diketahui berhasil dan berkualitas
apabila seluruhnya atau setidak
– tidaknya sebagian
besar
75% siswa terlibat
secara fisik baik fisik,mental,maupun social dalam proses pembelajaran. Disamping
itu menunjukkan kegairahan belajar yang
tinggi, semangat yang besar,dan percaya diri.
Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila terjadi perubahan tingkah laku yang positif
pada diri siswa seluruhnya atau
sekurang
–kurangnya75%. Indikator belajar dari
kegiatan penelitian ini adalah 85%
dari jumlah siswa yang
telah mencapai minimal
75. Penempatan nilai 75
didasarkan atas hasil diskusi dengan guru kelas XI dan kepala sekolah
serta dengan
teman sejawat berdasarkan tingkat kecerdasan siswa dan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang digunakan di Sekolah tersebut dan
setiap siklus diharapkan mengalami peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis.
DAFTAR
PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Jilid 2, Edisi
Ketiga.Erlangga: Jakarta.
Djamarah,S.B ; Zain, A. 2006. Strategi Belajar
Mengajar (Edisi Revisi). Penerbit
Rineka Cipta : Jakarta
Dimyati
dan Mudjiono.2002. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit PT.Rineka Cipta : Jakarta
Depdiknas.2004.
Pedoman Pembelajaran Tuntas. Depdiknas : Jakarta.
Gunawan,
dkk. 2017. Pengembangan Kelas Virtual
dengan Google Classroom dalam Keterampilan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Topik
Vektor pada Siswa SMK untuk Mendukung Pembelajaran. Universitas Sanata
Darma : Yogyakarta (Prosiding Seminar Nasional Etnomatnesia, ISBN 978-602-6258-07-6)
Harnanto, A., Ruminten. 2009. Kimia 3 Untuk
SMA/MA Kelas XII. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional:
Jakarta.
Jasmansya. 2011. Mengoptimalkan Fungsi Blog Sebagai Media Belajar Di Era
Digital,
http://izaskia.wordpress.com/2010/11/21/mengoptimalkan-fungsi-blog-sebagai-media-belajar-di-era-digital/#more-1644
Muharoma, Y.P., Wulandari
.2014.
Penerapan
Model Discovery Learning dengan Media Powerpoint Untuk
MeningkatkanKualitas Pembelajaran IPA, Joyful
Learning Journal3: 2,
Pangajuanto, Teguh ;
Rahmidi, Tri. 2009. KIMIA 3 Untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional
Riyanto,
Agus. 2019. Pengertian
Discovery Learning, Ciri-ciri, dan Sintak Dalam Pembelajaran. (https://www.amongguru.com/pengertian-discovery-learning-ciri-ciri-dan-sintak-dalam-pembelajaran/
diakses pada 15/10/2019)
Slameto.2010.
Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta: Jakarta
Sudijono, A.2008.Pengantar
Statistika Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta
Sudjana, N.2005.Metode
Statistik. Penerbit Tarsito: Jakarta.
Sudrajat
dan Hesti.2015. Pengembangan
Bahan Ajar Berbasis Konstekstual pada Materi Himpunan Berbantu Video
Pembejaran, JurnalPendidikan Matematika
FKIPUniv. Muhammadiyah MetroVol.4,
No.1:
67-77
Sunarya, Yayan; Setiabudi
Agus.2009. Mudah dan Aktif Belajar Kimia untuk Kelas XII SMA/MA Program Ilmu
Alam. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Sunyono, Wirya, I.W., Suyanto, E.,
Suyadi, G.2009. Identifikasi Masalah Kesulitan dalam
PembelajaranKimia SMA Kelas X di Propinsi Lampung,
Jurnal,FKIP Universitas
Lampung: Lampung
Sutisnowati,
E .2015.
Pendekatan Saintifik dalam
Pembelajaran Kurikulum 2013, (http://kepri.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=256079,diakses
pada 03/08/2015).
Trianto.2009.
Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progesif. Kencana:
Jakarta
Trianto.2010.Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya
pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) .Kencana Prenada Media
Group: Jakarta.
Utami, Budi,dkk. 2009. Kimia Untuk SMA/MA Kelas XII Program Ilmu
Alam. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Komentar
Posting Komentar